Campur tangan militer Indonesia dalam food estates tandai tren perampasan tanah global

20 Jan 2023
TAPOL

Laporan terbaru TAPOL dan AwasMIFEE menyoal peningkatan kehadiran food estates di West Papua dan Indonesia, menyelami seluk-beluk sejarahnya, alasan-alasan yang digunakan, dan pihak-pihak yang meraup untung dari keberadaannya. Peningkatan keterlibatan militer Indonesia menandai kecenderungan mengkhawatirkan dari peran angkatan bersenjata dalam perampasan tanah, yang berdengung bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Webinar tanggal 24 Januari yang digelar TAPOL dan GRAIN, menelaah konteks food estates dan perampasan tanah di West Papua dan konteks Indonesia, sebelum melihatnya dalam kecenderungan global.

‘Food estates’ merupakan perkebunan-perkebunan agroindustri skala besar yang dalam konteks Indonesia telah direncanakan sejak tahun-tahun terakhir kediktatoran Suharto. Pada Maret 2020, sejumlah food estates baru hendak dibangun di Indonesia untuk mengatasi krisis rantai pangan yang diduga akan terjadi akibat Covid-19. Demikian klaim pemerintah yang diumbar ke publik.

Namun segera setelah rencana-rencana food esates itu diumumkan secara publik, jelaslah bahwa komoditi yang diproduksi dimaksudkan untuk ekspor, bukan untuk mengatasi masalah ketahanan pangan domestik. Food estates itu juga akan dibangun di West Papua, menggusur masyarakat adat dari tanah yang kedaulatannya telah lama diperebutkan. Rencana-rencana food estates sebelumnya di West Papua telah dilakukan tanpa memberi orang West Papua kesempatan untuk menyatakan persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan dan kerap gagal mengakui sistem pangan lokal.

Kenyataan tersebut tercakup dalam seri laporan kami tentang food estates yang pertama, “Perampasan Tanah dengan Dalih Pandemi: Siapa yang diuntungkan dari Food Estate di West Papua?". Laporan ini menggali konteks korupsi, kerawanan, dan dampak buruk secara langsung yang diakibatkan perencanaan dan implementasinya terhadap masyarakat adat dan tanah mereka. Laporan tersebut juga menanyakan untuk apa food estate dan siapa yang diuntungkan darinya, melibatkan banyak kepentingan perusahaan yang mempunyai hubungan dekat dengan pejabat tinggi pemerintah.

Secara khusus, peran militer Indonesia dalam program Food Estate - kepentingan bisnis dan perannya dalam berbagai pelanggaran hak asasi manusia - menunjukkan bahwa Food Estate berpotensi menjadi semakin bermasalah. Laporan kedua kami, “Peran Militer dalam Rencana Food Estate”, menampilkan peran militer dalam mengusir masyarakat adat tidak hanya untuk menciptakan Food Estate, tetapi juga untuk memiliki kepentingan bisnis dalam pengelolaan perkebunan itu sendiri. Ini sering terjadi melalui struktur kepemilikan perusahaan yang tidak jelas, yang mencoba menerobos peraturan yang diberlakukan selama Reformasi untuk menghentikan militer dari kegiatan bisnis. Hal ini dapat membuktikan bahwa “dwifungsi” (fungsi ganda) militer baik dalam pertahanan maupun masyarakat luas, ciri khas era kepemimpinan Suharto, kembali dalam bentuk baru.

Steve Alston, Ketua TAPOL, mengatakan: “Usulan-usulan saat pandemi untuk membangun food estates di West Papua dan di seluruh Indonesia, meskipun seolah-olah dilakukan untuk alasan ketahanan pangan, telah terbukti digunakan sebagai dalih untuk memproduksi tanaman ekspor, menancapkan pengaruh perusahaan dan militer, serta untuk tujuan yang korup, dengan dampak yang merusak bagi masyarakat adat setempat. Kita dapat melihat ini terjadi berkali-kali, misalnya pada MIFEE di Merauke yang telah melahirkan kerusakan dan membongkar niat sebenarnya di balik program semacam itu.”

Webinar tanggal 24 Januari, yang berjudul “A Look at the State of Food Estates”, menyoroti tema-tema ini, menggunakan laporan-laporan tersebut sebagai titik awal untuk diskusi tentang food estate dan perampasan tanah di West Papua, serta di seluruh Indonesia, dengan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) West Papua yang baru berlaku, dan sebagai fenomena global.

Narasumber webinar tersebut antar lain: Raka Sudisman (TAPOL), Betty Gebze (Eladpper, Merauke), Dr Ir Agus Sumule (dosen Universitas Papua, Manokwari), Dr Laksmi Savitri (FIAN Indonesia), Dr Azra Sayeed (Roots for Equity, Pakistan). Mereka akan dimoderatori oleh Kartini Samon (GRAIN).

 

SELESAI

 

TAPOL adalah organisasi nonpemerintah yang berbasis di Inggris yang telah mengkampanyekan hak asasi manusia dan demokrasi serta melawan militerisme di Indonesia sejak 1973.

AwasMIFEE! adalah platform yang dibuat oleh aktivis independen di Inggris sebagai aksi solidaritas atas perjuangan sosial dan ekologis masyarakat Merauke dan di tempat lain di West Papua.

Untuk pertanyaan media, kontak: Ian Moore, Juru Kampanye TAPOL, campaigns@tapol.org

Simak laporan pertama, laporan kedua, dan perincian acara webinar 24 Januari 2023, termasuk rekaman lengkap dari acara itu.