TAPOL mendesak agar para aktivis politik yang ditahan segera dibebaskan

TAPOL mendesak Pemerintah Indonesia untuk membebaskan Jefry Wenda, Juru Bicara Petisi Rakyat Papua (PRP) dan kawan-kawannya yang lain, yang ditahan hari ini saat demonstrasi damai di Jayapura. Jefry ditangkap bersama sejumlah anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) termasuk Ones Suhuniap, Omizon Balingga, dan Imam Kogoya. Aktivis lainnya yang ditangkap antara lain Marthen Rumbiak (West Papua National Authority, WPNA), Esther Haluk, dan Aby Douw.
Penangkapan tersebut menandai ruang kebebasan sipil di West Papua yang semakin menyempit sejak pandemi Covid-19 meledak pada awal 2020. Seperti pernah TAPOL laporkan, pandemi memberi pemerintah dalih untuk menghentikan aksi-aksi damai menentang pembaruan Undang-Undang Otonomi Khusus yang membuat Jakarta punya kekuasaan lebih untuk memekarkan West Papua menjadi beberapa provinsi baru, yang memungkinkan terjadinya perpecahan di kalangan orang West Papua. Pengesahan UU tersebut pun telah menerabas wewenang pemerintah lokal dalam memberikan persetujuan.
PRP, yang didukung koalisi organisasi-organisasi akar rumput, menuntut hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat West Papua dan telah mengumumkan otonomi khusus gagal mengentaskan masalah marginalisasi orang West Papua dan aspirasi mereka mengenai demokrasi yang sejati.
Ciri lain dari pembatasan kebebasan publik di West Papua adalah penggunaan pasal makar dan undang-undang lainnya untuk membungkam aktivis politik. Victor Yeimo dan Frans Wasini tengah diadili atas dakwaan makar dan pidana lainnya terkait dengan Gerakan West Papua Melawan 2019 (Gerakan Melawan 2019). Hari ini merupakan satu tahun pertama penahanan Victor Yeimo. Victor, Juru Bicara Internasional PRP dan KNPB, ditangkap karena berorasi di depan ribuan demonstran di Jayapura saat Gerakan Melawan 2019, sedangkan Frans, seorang mahasiswa, ditahan karena membagi-bagi selebaran pada momen yang sama.
Juru kampanye TAPOL Pelagio Doutel mengatakan: “Hari ini kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera membebaskan dan mencabut semua dakwaan terhadap Victor Yeimo dan aktivis lainnya yang dikriminalisasi karena mengekspresikan pendapat secara damai.”
Meluasnya pembatasan kebebasan di West Papua menjadi semakin parah sejak penumpasan Gerakan Melawan 2019 oleh aparat keamanan, bahkan setelah pembatasan terhadap kerumunan publik akibat pandemi dikurangi. Peradilan, kepolisian, dan militer, tengah mempersempit kemungkinan berekspresi dan berkumpul secara damai; dengan terus menyalahgunakan pasal makar, Jakarta sedang menghambat terwujudnya dialog terbuka tentang demokrasi dan hak-hak politik di West Papua.