Seruan Mendesak – Indonesia: Pembunuhan, penyiksaan, penangkapan massa, dan penggunaan kekuatan yang berlebihan terhadap orang-orang Papua dalam peringatan 1 Desember

11 Dec 2015
TAPOL

Mr Maina Kiai

Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berumpul

 

Mr David Kaye

Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berekspresi

 

cc.          Mr Zeid Ra'ad Al Hussein, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia

Mr Juan Mendez, Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan yang kejam dan lainnya , merendahkan atau perlakuan tidak manusiawi atau hukuman

              Ms. Victoria Tauli-Corpuz, Pelapor Khusus PBB untuk Orang-Orang Adat Asli

Mr. Christof Heyns, Pelapor Khusus PBB untuk Eksekusi di luar hukum, ringkasan atau sewenang-wenang

              Mr. Laurent Meillan, Wakil Ketua, Kantor Regional OHCHR untuk Asia Tenggara

 

12 Desember 2015

 

Seruan Mendesak

 

Indonesia: Pembunuhan, penyiksaan, penangkapan massa, dan penggunaan kekuatan yang berlebihan terhadap orang-orang Papua dalam peringatan 1 Desember

Kami menulis atas nama TAPOL, Koalisi Internasional Papua (ICP), Franciscans International, VIVAT International-Indonesia, KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dalam kaitan dengan pembunuhan, penyiksaan, penangkapan massa dan penggunaan kekuatan yang berlebihan terhadap orang adat asli Papua yang telah berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitias-aktivitas uituk memperingati tanggal 1 Desember, tanggal yang mereka anggap sebagai hari Nasional, selama 28 Novemeber – 1 Desember 2015. Kami percaya bahwa bahwa pelaksanaan pasukan keamanan Indonesia melanggar hak mendasar untuk hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan, dan hak untuk kebebasan berekspresi dan berkumpul.

Penangkapan massa, pembunuhan, penyiksaan, dan pengunaan kekuatan yang berlebihan ini memperlihatkan penurunan yang parah di lingkungan untuk kebebasan berekspresi dan berkumpul di Indonesia. Sementara itu sayangnya suddar sannat mum untuk para demonstarn Papua untuk menghadapi pelanggaran HAM di wilayah mereka, tindakan polisi baru-baru ini di ibukota Indonesia Jakarta menunjukkan bahwa orang-orang Papua yang mengekspresikan opini mereka tetap menghadapi resiko penangkapan dan tindakan sewenang-wenang di seluruh Indonesia. Kami percaya bahwa aksi polisi baru-baru ini terhadap orang adat asli Papua, demonstran pelajar dan jurnalis di seluruh Indonesia — di Jakarta, Pulau Yapen dan Nabire — menunjukkan pola sistematis penindasan untuk suara-suara berselisih dari orang-orang Papua.

Kami percaya bahwa pola penangkapan massa dan penggunaan kekuatan yang berlebihan dan penyiksaan oleh aparat keamanan di Papua akan terus berlanjut kecuali tindakan diambil. Kami, organisasi yang bertandatangan, sangat prihatin dengan memburuknya situasi untuk orang-orang Papua yang berusaha untuk mengekspresikan pandangan mereka secara damai. Dengan itu, kami mendesak anda untuk:

1.     Membawa kasus-kasus ini kepada pemerintah Indonesia, menekankan hak untuk perbaikan, reparasi, restitusi, kompensasi, non-pengulangan, dan penghukuman terhadap para pelaku, sejalan dengan panduan PBB tenteang hak untuk perbaikan.

2.     Membawa kasus ini dan mendesak pola kecenderungan serius ini dalam sebuah pernyataan publik

Kami selanjutnya meminta agar anda masuk dan berdialog dengan Pelapor Khusus untuk penyiksaan, Pelapor Khusus untuk Orang-Orang Adat Asli, dan Pelapor Khusus untuk Eksekusi di luar hukum mengenai hal tersebut.

 

Latar belakang dan konteks

1 Desember merupakan tanggal yang dianggap orang Papua Barat sebagai hari nasional mereka, walaupun ini tidak diakui oleh Pemerintah Indonesia. Kegiatan-kegiatan damai untuk peringatan kadang-kadang diadakan pada tanggal yang signifikan seperti 1 Desember dan 1 Mei, yang menandakan peringatan tentang transfer administrasi Papua Barat kepada Indonesia pada tahun 1963. Kegiatan-kegiatan peringatan tersebut termasuk mengibarkan bendera Morning Star dan sesi doa masyarakat. Orang-Orang Adat Asli Papua yang mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut telah dikenanakan penangkapan sewenang-wenang, pengunaan kekuatan yang berlebihan dan bahkan penyiksaan.

Menurut informasi dari pemantauan masyarakat sipil kolektif Papuans Behind Bars, sejak 2012, 11 orang telah ditangkap untuk memperingati 1 Desember, sementara 42 orang telah ditangkap untuk memperingati 1 Mei. Pada tahun 2015, 355 orang telah ditangkap, sementara empat orang dibunuh karena penembakan dan penyiksaan dan setidaknya 145 orang luka-luka karena pengunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara sebagai reaksi terhadap kegiata-kegiatan peringatan 1 Desember. Demikian pula, 264 orang ditangkap di tiga kota di Papua karena partisipasi mereka dalam kegiatan damai memperingati 1 Mei tahun ini. Penangkapan massa ini menunjukkan penurunan yang parah untuk rasa hormat terhadap hak-asasi orang-orang adat asli Papua yang berusaha melaksanakan hak mereka untuk kebebasan berpendapat dan berkumpul oleh pihak kepolisian dan militer Indonesia.

 

Informasi lengkap

Pulau Yapen

Ringkasan

Pada 1 Desember 2015, empat orang dibunuh dan delapan lainnya mengalami luka-luka berat oleh Komando Distrik Militer 1709 dan Kepolisian Daerah Yapen pada saat patrol keamanan di kampung Wanampompi di Distrik Anggaisera, Kabupaten Kepulauan Yapen. Yonas Manitori dan Darius Andirib meninggal di tempat setelah ditembak, sementara Herik Manitori dan Yulianus Robaha disiksa sampai mati setelah menderita luka tembak awal. Delapan warga lainnya juga mengalami luka berat sebagai akibat dari tembakan dari petugas keamanan. 

Informasi dari sumber lokal hak asasi melaporakan bahwa warga di kampung Wanampompi mengadakan kegiatan tahunan untuk memperingati 1 Desember. Kegiatan termasuk pengibaran bendera Morning Star dan dilanjutkan dengan sesi doa.

Penyiksaan dan pengunaan senjata dengan sewenang-wenang

Pada 1 Desember 2015, pukul 06:00, aparat militer gabungan melakukan patroli di kampung Wanampompi di Distrik Anggaisera, Kabupaten Kepulauan Yapen. Tim gabungan tersebut termasuk aparat dari Polres Yapen dan Komando Distrik Militer 1709. Yonas Manitori, warga lokal, ditembak dan meninggal di tempat ketika ia menghampiri mobil konvoi dan mempertanyakan tujuan patrol. Ketika melihat ini, dua warga lainnya, Herik Manitori dan Yulius Robaha keduanya diseret ke dalam truk dan disiksa sampai mati. Perut Herik Manitori robek terbuka karena pisau bayonet dan matanya rusak dengan metode penyiksaan yang tidak diketahui. Silahkan merujuk pada Lampiran 1 untuk informasi lengkap tentang 12 korban kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan di Pulau Yapen 1 Desember 2015.

 

Jakarta

Ringkasan

Pada 1 Desember, 306 orang ditangkap di Jakarta setelah mecoba melakukan barisan panjang untuk memperingati tanggal yang dianggap orang Papua Barat sebagai hari nasional. Kebanyakan dari mereka yang ditahan merupakan mahasiswa Papua yang juga anggota dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Menurut laporan komprehensif dari AMP, setidaknya 133 orang mengalami luka-luka dan/atau komplikasi kesehatan ketika Polda Metro Jaya, berseragam dan petugas intelijen berpakaian polos, dan petugas Brimob berusaha untuk membubarkan secara paksa para demonstran dengan memukul mereka dan menembak gas air mata ke arah mereka. Setidaknya lima dari 133 yang terluka mengalami luka-luka berat (Lihat Tabel 2). Dua demonstran perempuan menghadapi pelecehan seksual oleh petugas polisi ketika mereka dihentikan dalam perjalanan mereka untuk bergabung dalam demonstrasi. Dua wartawan asing menghadapi intimidasi dan kekerasan dari polisi, termasuk salah satu dari mereka, Archicco Guilianno dari Australia Broadcasting Corporation (ABC), dipukul oleh petugas polisi.

 

Pengunaan kekuatan yang berlebihan dan penangkapan sewenang-wenang

Menurut informasi terpecaya dari sumber lokal hak asasi, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, dan penggunaan kekuatan yang berlebihan terjadi di beberapa daerah yang dekat dengan bunderan Hotel Indonesia di Jakarta Pusat. Para demonstran yang berniat untuk berkumpul di bunderan sebelum memulai barisan menuju Istana Presiden.

Sekitar pukul 08:30, kelompok demonstran pertama berkumpul di depan Bank BCA, dekat dengan bunderan Hotel Indonesia. Mereka dijaga ketat dan dikepung oleh petugas Kapolres Metro Jakarta, Sabhara, polisi lalu lintas dan petugas intelijen. Perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), yang memberikan bantuan hukum untuk AMP, berniat untuk bernegosiasi dengan petugas polisi untuk memperbolehkan demonstran untuk melanjuti barisan yang sudah direncanakan. Selama masa penahan, petugas polisi berusaha untuk memkasa demonstran untuk melepas artikel pakaian dan dekorasi yang mempertunjukkan bendera Morning Star, simbol kemerdekaan Papua.

Pada pukul 10:43, para demonstran berusaha untuk bergabung dengan kelompok dmonstran lainnya yang sudah berkumpul di lokasi kedua yang dekat, tetapi diblokir oleh aparat keamanan. Pada pukul 11:00, setelah  usaha gagal dalam bernegosiasi dengan polisi, demonstran berusaha untuk kelaur dari blokade polisi tiga kali. Polisi dilaporkan bereaksi dengan menembak gas air mata, melempar batu dan batang dan menembak satu putaran kosong dan satu putaran hidup ke arah demonstran. Niko Suhun, pelajar Papua dan anggota AMP yang berumur 23, ditembak di kepala dengan peluru karet dan jatuh di tempat. Polisi terus memukulinya dengan pentungan ketika ia sudah tidak sadar. Zet Tabuni, anggota AMP yang berumur 26 tahun, dipukul ketika ia berusaha untuk membantu Niko Suhun ketika ia jatuh. Tabuni dilaporkan ditonjok di pelipis oleh petugas polisi memakai cincin knuckle duster. Laporan -laporan menyatakan bahwa dari jam 11:00 sampai 22:00, polisi terus mengepungi kelompok demonstran, menendang dan memukul mereka dengan tongkat rotan.

Menurut laporan AMP, setidaknya 133 orang mengalami luka-luka dari menghirup gas air mata dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh petugas polisi. Sumber lokal mengumpulkan informasi lengkap mengenai tiga belas demonstran yang mengalami penganiayaan selama demonstrasi (Lihat Lampiran 2). Dua demonstran perempuan – Eka Kosa dan Martina Douw – menghadapi pelecehan seksual oleh petugas polisi ketika mereka sedang dalam perjalanan untuk bergabung dengan demonstran lainnya di bunderan Hotel Indonesia.

Sekitar pukul 12:20, polisi mulai mengumpulkan demonstran dan memaksa mereka ke dalam bus untuk ditahan di Markas Besar Polda Metro Jaya.

Informasi yang diterima dari berbagai sumber lokal hak asasi melaporkan bahwa sekitar 08:35, kelompok kedua demonstran berkumpul di luar Kedutaan Besar Jerman, dekat dengan bunderan Hotel Indonesia, juga dikepung dan dijaga oleh polisi kota Jakarta dan petugas Brimob. Usaha untuk bernegosiasi dengan polisi untuk membolehkan mereka dalam melanjutkan barisan yang sudah direncanakan tidak berhasil. Sekitar pukul 11:00, polisi mengumumkan kepada demonstran bahwa perkumpulan hanya dibolehkan sampai jam 12:00. Pada pukul 12:00, setidaknya 151 demonstran dikumpulkan dalam kendara-kendara Pengendalian Massa (Dalmas) untuk ditahan di Markas Besar Polda Metro Jaya. 22 demonstran dikumpulkan di lokasi ketiga juga ditangkap dan dibawa ke Markas Besar Polda Metro Jaya.

 

Serangan dan pelecehan wartawan

Dua wartawan asing menghadapi intimidasi dan pelecehan ketika sedang melaporkan demonstasi AMP di Jakarta. Archicco Guilliano dari Australia Broadcasting Corporation (ABC) dipukul oleh petugas kepolisian ketika ia menolak untuk tunduk kepada tuntutan mereka untuk menghapus cuplikan yang telah ia rekam dari kekerasan yang ditimbulkan pada demonstran. Stephanie Vaessen dari Al Jazeera dilaporkan sedang merekam demonstrasi di telepon genggamnya ketika ia didatangi lima petugas polisi yang memerintahkan supaya ia menghapus rekamannya. Ketika ia menolak, para petugas polisi tersebut dilaporkan merampas teleponnya dan menghapus rekamannya sebelum mengembalikannya.

Penahanan sewenang-wenang dan tuntutan pidana terhadap dua demonstran

Menurut demonstran AMP yang ditahan di Markas Besar Polda Metro Jaya, polisi mengintimidasi dan mengancam para tahanan. Sekitar pukul 17:00, semua kecuali 22 demonstran dibebaskan dari tahanan. 22 orang yang tinggal di tahanan menjalani interogasi lebih lanjut. Pukul 11:00, 20 dari 22 tahanan telah dibebaskan. Dua tahanan yang tersisa, Enos Suhun dan Eliakim Itlay didakwa dengan kekerasan terhadap orang atau barang, penghasutan, kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap petugas negara dan penganiayaan, di bawah Pasal 170, 170, 212, dan 351 KUHP. Pada 4 Desember, kedua pria yang sedang belajar di STKIP Surya Tangerang di Tangerang, dibebaskan dari Markas Besar Polda Metro Jaya. Mereka sekarang diharuskan untuk melapor secara rutin ke polisi dan diharapkan untuk diadili dalam waktu dekat. [1]

Nabire

Ringkasan

49 orang ditangkap di dua peristiwa terpisah di Nabire yang berkait dengan kegiatan damai untuk memperingati 1 Desember. Pada 28 November 2015, 17 orang Papua ditahan oleh kepolisian Nabire dan petugas Brimob ketika mereka berusaha untuk membersihkan lokasi di Lapangan Bunga Bangsa Papua dalam persiapan untuk sesi doa untuk memperingati 1 Desember. 17 orang yang ditahan semalaman dibebaskan di hari berikutnya. Pada 1 Desember 2015, 32 orang Papua telah ditangkap ketika mereka berkumpul di Lapangan Bunga Bangsa Papua untuk mengikuti sesi doa peringatan. Petugas polisi secara paksa membubarkan perkumpulan, dan dilaporkan memukul orang dengan puntung senapan dan balok-balok kayu. 32 tahanan diinterogasi di Kantor Polisi Daerah Nabire sebelum dibebaskan tanpa dakwaan. Laporan kreidbel dari sumber lokal hak asasi menyatakan bahwa setidaknya 4 orang tahanan mengalami luka-luka karena pukulan polisi. Silahkan merujuk pada Lampiran 3 untuk informasi lengkap mengenai korban kekerasaan berlebihan oleh polisi di Nabire 1 Desember 2015.

Intimidasi dan serangan kepada wartawan Papua

Pada 1 Desember, Topilus B Tebai, editor dari situs berita Papua Majalah Selangkah, diintimidasi dan diserang oleh petugas polisi ketika sedang melaporkan kegiatan peringatan dan sesi doa yang sudah direncanakan. [2] Tebai sedang mengambil foto-foto aktivitas polisi di tempat ketika ia didatangi oleh dua petugas polisi yang memberhentikannya dan meminta ia untuk menyerahkan kameranya. Salah satu polisi tersebut dilaporkan mencoba untuk menendang Tebai. Ketika ia memberi tahu petugas polisi bahwa ia merupakan wartawan dan menunjukkan kartu pers nya, mereka mulai meneriakinya dan memaksa untuk berbicara dengan atasannya. Ketika Tebai memprotes, lima petugas polisi lagi datang dan dengan paksa merampas kamera nya, menendangnya, dan mengusirnya dari area tersebut.

Rekomendasi

Kami meminta anda untuk membawa ksus ini kepada Pemerintah Indonesia, mendesak mereka untuk:

1.     Mendukung Komisi Nasional Indonesia untuk Hak Asasi Manusia dan badan independen hak asasi lainnya untuk melakukan investigasi imparsial, menyeluruh, dan transparan untuk pembunuhan, penangkapan, dan penggunaan kekuatan yang berlebihan untuk orang-orang Papua yang memperingati 1 Desember.

2.     Membebaskan tanpa syarat semua yang sudah ditangkap sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan damai memperingati 1 Mei, dan semua yang dipenjara karena mengekspresikan opini dan kepercayaan mereka.

3.     Memastikan bahwa wartawan nasional dan asing bebas melakukan kerja jurnalis tanpa halangan, sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional

4.     Melindungi, mempromosikan, dan memenuhi kewajiban hak asasi manusianya di bawah hukum internasional dengan menghormati hak-hak fundamental orang Papua dan semua orang Indonesia untuk kebebasan berbicara, berkumpul, dan asosiasi.

Kami juga meminta anda untuk:

1.      Mengunjungi Papua sebagai masalah prioritas, untuk menunjukkan kekhawatiran dan menilai situasinya secara langsung

2.      Mendorong dan mendukung kunjungan ke Papua oleh delegasi parlemen

 

Dengan hormat,

 

TAPOL

International Coalition of Papua

Franciscans International

VIVAT International-Indonesia

KontraS (Commission for the Disappeared and Victims of Violence)

Legal Aid Institute Jakarta (Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, LBH Jakarta)

 

Lampiran 1: Korban dari siksaan/penembakan oleh aparat keamanan di Pulau Yapen, 1 Desember 2015

 

Nama

Umur dan Jenis Kelamin

Kekerasan yang ditimbulkan 

Status 

Instrumen yang dipakai

Pelaku

1

Yonas Manitori

42 tahun, laki-laki

Ditembak di bawah pusar

Meninggal

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

2

Darius Andiribi

56 tahun, laki-laki

Ditembak di dada

Meninggal

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

3

Herik Manitori

45 tahun, laki-laki

Ditembak di kaki, dipaksa masuk ke truk dan disiksa. Perutnya koyak terbuka dan matanya rusak karena metode yang tidak diketahui.

Meninggal

Senjata Api, Pisau

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

4

Yulianus Robaha

56 tahun, laki-laki

Ditembak dari jarak dekat ke kedua paha, diseret ke truk dan disiksa.

Meninggal

Senjata Api, metode penyiksaan tidak diketahui

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

5

Paulinus Wororoai

48 tahun, laki-laki

Ditembak di tulang rusuk dan menembus ke pinggang

Patah tulang rusuk dan luka-luka berat

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

6

Zakarias Torobi

35 tahun, laki-laki

Ditembak di kaki dan paha

Patah tulang dan luka-luka berat

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

7

Yance Manitori

38 tahun, laki-laki

Ditembak di kaki kanan dan di dengkul

Luka-luka berat

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

8

Agus Manitori

48 tahun, laki-laki

Ditembak di kaki

Patah tulang dan luka-luka berat

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

9

Daud Ayomi

48 tahun, laki-laki

Ditembak di tangan kanan

Patah tulang dan luka-luka berat

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

10

Pilemon Ayomi

50 tahun, laki-laki

Ditembak di bahu

Heavy wounds

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

11

Alius Karimati

48 tahun, laki-laki

Ditembak di tangan

Patah tulang dan luka-luka berat

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

12

Anton Runaweri

50 tahun, laki-laki

Ditembak di leher, yang menembus ke rahang

Patah tulang rahang dan luka-luka berat

Senjata Api

Petugas Distrik Komando Militer 1709, Kepolisian Daerah Yapen

Lampiran 2: Korban dari kekerasan yang berlebihan/pelechan seksual oleh polisi di Jakarta, 1 Desember 2015

 

Nama

Umur dan Jenis Kelamin

Kekerasan yang ditimbulkan 

Status/Luka-luka

Instrumen yang dipakai

Pelaku

1

Zet Tabuni

26 tahun, laki-laki

Dipukul oleh beberapa peutgas, ditonjok di pelipis dengan cincin knuckleduster.

Luka di pelipis.

Tongkat rotan, cincin knuckleduster, tangan, sepatu.  

10 petugas polisi, intelijen, dan Brimob

2

Niko Suhun

23 tahun, laki-laki

Pingsan ketika ditembak dengan peluru karet, dipukul dengan tongkat ketika tidak sadar, dipukul dengan parah di kepala

Kondisi kritis; sedang menerima perawatan di Rumah Sakit Otak Nasional karena luka kepala berat.

Peluru karet, tongkat, tangan dan sepatu.

Petugas polisi

3

Sander Togotili

24 tahun, laki-laki

Dipukul-pukul, dipukul di bagian belakang kepala, dipukul dengan tongkat.

Luka dalam di kepala, luka di telinga kiri dan tangan kanan.

Tongkat, tangan dan sepatu.

Petugas polisi

4

Arif Nugroho

20-an, laki-laki

Dipukul-pukul dan ditendang

Luka dalam di dengkul

Tangan dan sepatu.

Petugas polisi, intelijen, dan Brimob

5

Rini Murib

21 years, female

Pingsan karena menghirup gas air mata

Luka-luka karena gas air mata

Gas air mata

Petugas polisi

6

Jhon Gobai

20 tahun, laki-laki

Ditonjok dan ditendang.

NA

Tangan dan sepatu.

Petugas polisi, POLANTAS, dan Brimob

7

Frans Nawipa

23 tahun, laki-laki

Dipukul-pukul

NA

Tangan dan sepatu.

Petugas polisi

8

Mikael Kudiai

22 tahun, laki-laki

Dipukul-pukul

NA

Tangan dan sepatu.

Petugas polisi

9

Steven Walela

24 tahun, laki-laki

Dipukul-pukul

NA

Tangan dan sepatu.

Petugas polisi

10

Zayu Bingga

24 tahun, laki-laki

Baju terkoyak dan dipukul-pukul

NA

Tangan dan sepatu.

Petugas polisi

11

Domin Yoi

24 tahun, laki-laki

Baju terkoyak, dipukul-pukul di punggung dengan tongkat rotan keitka sedang membela aktivis perempuan

NA

Tongkat rotan, tangan, dan sepatu.

Petugas polisi

12

Eka Kosay

20 tahun, perempuan

Menghadapi pelecehan seksual. Dipaksa untuk membuka baju dan dilecehkan oleh petugas polisi

NA

Pelecehan seksual.

Petugas polisi

13

Martina Douw

22 tahun, perempuan

Menghadapi pelecehan seksual. Dipaksa untuk membuka baju untuk meperlihatkan dada nya.

NA

Pelecehan seksual.

Petugas polisi

Lampiran 3: Korban dari penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh polisi di Nabire, 1 Desember 2015

 

Nama

Umur dan Jenis Kelamin

Kekerasan yang ditimbulkan 

Status/Luka-luka

Instrumen yang dipakai

Pelaku

1

Mikhael Zonggenau

45 tahun, laki-laki

Dipukul-pukul

Luka di hidung dan bibir

Bedil senapan, Balok kayu

Kepolisian Daerah Nabire

2

Zeth Giay

42 tahun, laki-laki

Dipukul-pukul

Luka kepala

Balok kayu

Kepolisian Daerah Nabire

3

Samuel Kotouki

23 tahun, laki-laki

Dipukul-pukul

Luka di punggung dan bibir

Bedil senapan, Balok kayu

Kepolisian Daerah Nabire

4

Marthinus Adii

23 tahun, laki-laki

Dipukul-pukul

Luka di bibir

Bedil senapan

Kepolisian Daerah Nabire

 

[1] “Dua mahasiswa Papua Yang Ditahan Di Polda Metro Sudah Dibebaskan,” Tabloid Jubi, 4 December 2015, http://tabloidjubi.com/home/2015/12/04/dua-mahasiswa-papua-yang-ditahan-...

[2] “Journalists attacked in two separate incidents in Indonesia,” Tabloid Jubi, 3 December 2015, http://tabloidjubi.com/eng/journalists-attacked-in-two-separate-incident...